TUGAS : ...........................
DOSEN : ................................
DI
SUSUN OLEH:
TINGKAT
II D
KELOMPOK VI :
.....................
............................
............................................................................
...................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas Rahmat-Nyalah sehingga tugas “ ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
“ ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada
pihak – pihak yang telah membantu kami dalam penulisan makalah ini. Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dari teman – teman yang bersifat membangun.
Demikianlah penulisan makalah kami
ini semoga bermanfaat
bagi para pembaca.
Palopo , April 2012
Kelompok VI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... II
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... III
BAB I…………....................................................................................................................................... 4
1.
LATAR BELAKANG........................................................................................................ 4
BAB II……............................................................................................................................................... 5
2.
PENGERTIAN..................................................................................................................... 5
3.
ETOLOGI............................................................................................................................... 6
4.
PATOFISIOLOGI .............................................................................................................. 6
5.
KLASIFIKASI DA GAMBARAN KLINIS............................................................... 7
6.
MANIFESTASI
KLINIS.................................................................................................. 10
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.................................................................................. 11
8.
KOMPLIKASI ..................................................................................................................... 11
9.
PENATALAKSANAAN................................................................................................... 11
10. PENCEGAHAN.................................................................................................................. 13
11. PENGOBATAN................................................................................................................. 13
BAB III 14
1.
PENGKAJIAN ..................................................................................................................... 14
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................... 15
3.
RENCANA
KEPERAWATAN...................................................................................... 16
4.
EVALUASI............................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang
utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat
(SSP) yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak.
Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya
fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik
spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam
otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental,
dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang
rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri,
kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa
anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia
berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan
80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa
rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang
penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi,
angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan,
gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan
remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
BAB II
KONSEP DASAR EPILEPSI
A.
PENGERTIAN
Epilepsi
merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa
penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi
adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi
adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi
adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
Epilepsi adalah suatu gejala atau
manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat
yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Epilepsy adalah merupakan sindrom
yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan
paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi
gangguan otak dengan berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan
listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel
dengan berbagai etiologi.
B.
ETIOLOGI
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat,
metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.
C.
PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa
sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang
abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron.
Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal
(parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur
fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih
jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan
saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas
muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak
dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik
berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang
mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan
(mekanisme terjadinya epilepsi).
Otak
merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada
hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf
yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat
zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas
listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber
gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat
kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN
KLINIS
1. Epilepsi Umum.
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
2. Epilepsi Jenis Focal /
Parsial.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.
Gejala :
Bangkitan umum :
§ Tonik : 20 – 60 detik.Ã kontraksi otot, tungkai dan
siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).
§ Klonik : spasmus 40 detik.Ã flexi berseling relaksasi,
hypertensi, midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.
§ Pasca Serangan : aktivitas
otot terhenti
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam
3. Jenis parsial :
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.
Ad
:
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
Ditandai
dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
Ø Hilang kesadaran.
Ø Tonus otot meningkat sikap fleksi / ekstensi.
Ø Sentakan, kejang klonik.
Ø Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi,
berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
Ø Setelah serangan pasien
tertidur 1-2 jam.
Ø Pasien lupa, mengantuk dan bingung.
2. Petit mal :
·
Hilang kesadaran sebentar.
·
Klien tampak melongo.
·
Apa yang dikerjakannya
terhenti.
·
Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.
3. Infantile Spasm :
§ Terjadi usia 3 bulan – 2
tahun.
§ Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
§ Kejang hanya beberapa fetik berulang.
§ Sebagian besar klien mengalami retardasi
mental.
4. Focal motor :
Lesi
pada lobus frontal.
5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus parietal.
Lesi pada lobus parietal.
6. Focal Psikomotor :
Disfungsi
lobus temporal.
Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe
bangkitan
Epilepsi
partial (lokal, fokal):
1.
Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi
parsial dengan kesadaran tetap norm
Dengan
gejala motorik:
·
Fokal motorik tidak menjalar:
epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
·
Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari
satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi
Jackson
·
Versif : epilepsi disertai gerakan memutar
kepala, mata, tuibuh.
·
Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau
tungkai kaku dalam sikap tertentu.
·
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai
arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
·
Somatosensoris: timbul rasa
kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
·
Visual : terlihat cahaya
·
Auditoris : terdengar sesuatu
·
Olfaktoris : terhidu sesuatu
·
Gustatoris : terkecap sesuatu
·
Disertai vertigo
2. Epilepsi
parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan
parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik
kemudian baru menurun.
·
Dengan gejala parsial sederhana
A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya
kesadaran.
·
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan,
perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan,
raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang
kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
3. Epilepsi Parsial
yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi
parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi
parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi
parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang
menjadi bangkitan umum.
D. MANISFESTASI KLINIS DAN PRILAKU
a)
Manifestasi klinik dapat berupa
kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
b)
Kelainan gambaran EEG
c)
Bagian tubuh yang kejang tergantung
lokasi dan sifat fokus epileptoge
d)
Dapat mengalami aura yaitu suatu
sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
e)
Napas terlihat sesak dan jantung
berdebar
f)
Raut muka pucat dan badannya
berlumuran keringat.
g)
Satu jari atau tangan yang bergetar,
mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti:
mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan
normal
h)
Individu terdiam tidak bergerak atau
bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut
setelah episode epileptikus tersebut lewat
i)
Di saat serangan, penyandang
epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
j)
Kedua lengan dan tangannya kejang,
serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
k)
Gigi geliginya terkancing
l)
Hitam bola matanya berputar- putar
m)
Terkadang keluar busa dari liang
mulut dan diikuti dengan buang air kecil
E. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a)
CT Scan dan Magnetik resonance
imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh
kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh
masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b)
Elektroensefalogram(EEG) untuk
mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c)
Kimia darah: hipoglikemia,
meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d)
mengukur kadar gula, kalsium dan
natrium dalam darah
·
menilai fungsi hati dan ginjal
·
menghitung jumlah sel darah putih
(jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
·
Pungsi lumbal utnuk
mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
F. KOMPLIKASI
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat
timbul akibat kejang berulang.
Dapat timbul depresi
dan keadaan cemas.
G. PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :
·
Pastikan diagnosa epilepsi dan
mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
·
Melakukan terapi simtomatik
·
Dalam memberikan terapi anti
epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
·
Pengobatan harus di berikan sampai
penderita bebas serangan.
·
Pengobatan hendaknya tidak
mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
·
Penderita dpat memiliki kualitas
hidup yang optimal.
Penatalaksanaan
medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah akibat
gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan
metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian
epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada empat obat
yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah
satu dari obat tersebut di atas.
Cara
menanggulangi kejang epilepsi :
1.
Selama Kejang
a)
Berikan privasi dan perlindungan
pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b)
Mengamankan pasien di lantai jika
memungkinka
c)
Hindarkan benturan kepala atau
bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari
tempat / benda berbahaya.
d)
Longgarkan bajunya. Bila mungkin,
miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan
pernapasan.
2.
Setelah Kejang
a)
Penderita akan bingung atau
mengantuk setelah kejang terjadi.
b)
Pertahankan pasien pada salah satu
sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c)
Biasanya terdapat periode ekonfusi
setelah kejang grand mal
d)
Periode apnea pendek dapat terjadi
selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e)
Pasien pada saaat bangun, harus
diorientasikan terhadap lingkunga
f)
Beri penderita minum untuk
mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita
beristirahat.
g)
Jika pasien mengalami serangan berat
setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang
lembut dan member restrein yang lembut
h)
Laporkan adanya serangan pada
kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
H. PENCEGAHAN
Upaya sosial
luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan
terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang
menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang
kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat
dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai
resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan,
pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan
dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program
skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan
secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.
I. PENGOBATAN
Pengobatan
epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan
obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan
minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti
pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan
akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis
epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang
yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus
dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila
pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan
terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada
epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi ini pertama pengobatan adalah
karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone,
tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini
kedua. Terapi dimulai
dengan obat
anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas
tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping,
maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih
AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keluhan
utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba
disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
Riwayat
penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
Riwayat
penyakit dahulu:
·
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
·
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
·
Ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
·
Tumor Otak
·
Kelainan pembuluh darah
·
Demam.
·
Strok
·
gangguan tidur
·
penggunaan obat
·
hiperventilasi
·
stress emosional
Riwayat
penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit
keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8%
penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
Riwayat
psikososial :
·
Intrapersonal : klien merasa cemas
dengan kondisi penyakit yang diderita
·
Interpersonal : gangguan konsep diri
dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau
“ayan” yang lebih umum di masyarakat).
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Resiko cedera b.d aktivitas kejang
yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi
saliva
3.
Isolasi sosial b.d rendah diri
terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
3.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Resiko cedera b.d aktivitas kejang
yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat
mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya,
menciptakan keadaan yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik,
menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi
cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh.
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan
resiko terjadinya cedera
|
Barang- barang di sekitar pasien dapat
membahayakan saat terjadi kejang
|
Pantau status neurologis setiap 8 jam
|
Mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan
hasil yang diharapkan
|
Mandiri
Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan
terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang
|
Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat
aktivitas kejang yang tidak terkontrol
|
Pasang penghalang tempat tidur pasien
|
Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau
jatuh
|
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar
|
Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya
cedera pada pasien
|
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama
setelah kejang
|
Memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk
kemungkinan terjadi kejang kembali
|
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya
tergigitnya lidah saat terjadi kejang
|
Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena
menjulur keluar
|
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa
yang dialami beberapa saat sebelum kejang
|
Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum
terjadinya kejang pada pasien
|
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter
|
Mengurangi aktivitas kejang yang
berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
|
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa
ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa
sebagai permulaan terjadinya kejang.
|
Sebagai informasi pada perawat untuk segera
melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang berkelanjutan
|
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan
yang harus dilakukan selama pasien kejang
|
Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera
|
2) Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit),
tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda /
zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala
awal.
Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar
Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen
Melakukan suction sesuai indikasi
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai program terapi.
|
menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu
benda asing ke faring.
meningkatkan aliran (drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada
Mengeluarkan mukus yang berlebih, menurunkan
resiko aspirasi atau asfiksia.
Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar tetap
adekuat, dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi
yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan
kejang.
|
3) Isolasi sosial b.d
rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam
masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
-
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor
yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien
|
Memberi informasi pada perawat tentang factor
yang menyebabkan isolasi sosial pasien
|
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan motivasi
pada pasien
|
Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat
pasien lebih percaya diri
|
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater
|
Konseling dapat membantu mengatasi perasaan
terhadap kesadaran diri sendiri.
|
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
|
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi,
dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
|
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi
kepada pasien
|
Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat
mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
|
Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat
pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
|
Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita
epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular).
|
3) Isolasi sosial b.d
rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam
masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
-
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor
yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien
|
Memberi informasi pada perawat tentang factor
yang menyebabkan isolasi sosial pasien
|
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan motivasi
pada pasien
|
Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat
pasien lebih percaya diri
|
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater
|
Konseling dapat membantu mengatasi perasaan
terhadap kesadaran diri sendiri.
|
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
|
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi,
dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
|
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi
kepada pasien
|
Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat
mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
|
Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat
pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
|
Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita
epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular)
|
4.
EVALUASI
1.
Pasien tidak mengalami cedera, tidak
jatuh, tidak ada memar
2.
Tidak ada obstruksi lidah, pasien
tidak mengalami apnea dan aspirasi
3.
Pasien dapat berinteraksi kembali
dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri (minder)
4.
Pola napas normal, TTV dalam batas
normal
5.
Pasien toleran dengan aktifitasnya,
pasien dapat melakukan aktifitas sehari- hari secara normal
6.
Organ sensori dapat menerima
stimulus dan menginterpretasikan dengan normal
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku
Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak
Sakit. EGC, Jakarta
Engram, Barbara.1998, Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan
Kritis Pendekatan Holistik Vol 2 EdisiVI, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar